Meskipun dalam mencapai
keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) tidak semudah membalik tangan,
karena banyak faktor dan kendala yang dihadapi pada keberhasilan MBS. Secara
umum dapat disebutkan, bahwa penerapan MBS akan berhasil jika dilakukan melalui
strategi- strategi yang disarankan oleh (Nurkholis, 2004). Sebagaimana berikut
ini:
Pertama, sekolah harus memiliki
otonomi terhadap empat hal, yaitu dimilikinya otonomi dalam kekuasaan dan
kewenangan, pengembangan pengetahuan dan keterampilan secara berkesinambungan,
akses informasi ke segala bagian dan pemberian penghargaan kepada setiap pihak
yang berhasil.
Kedua, adanya peran serta
masyarakat secara aktif, dalam hal pembiayaan, proses pengambian keputusan
terhadap kurikulum. Sekolah harus lebih banyak mengajak lingkungan dalam
mengelola sekolah karena bagaimanapun sekolah adalah bagian dari masyarakat
luas.
Ketiga, kepala sekolah harus
menjadi sumber inspirasi atas pembangunan dan pengembangan sekolah secara umum.
Kepala sekolah dalam MBS berperan sebagai designer, motivator, fasilitator.
Bagaimanapun kepala sekolah adalah pimpinan yang memiliki kekuatan untuk itu.
Oleh karena itu, pengangkatan kepala sekolah harus didasarkan atas kemampuan
manajerial dan kepemimipinan dan bukan lagi didasarkan atas jenjang
kepangkatan.
Keempat, adanya proses
pengambilan keputusan yang demokratis dalam kehidupan dewan sekolah yang aktif.
Dalam pengambilan keputusan kepala sekolah harus mengembangkan iklim demokratis
dan memperhatikan aspirasi dari bawah.
Kelima, semua pihak harus
memahami peran dan tanggung jawabnya secara bersungguhsungguh. Untuk bisa
memahami peran dan tanggung jawabnya masing-masing harus ada sosialisasi
terhadap konsep MBS itu sendiri. Siapa kebagian peran apa dan melakukan apa,
sampai batas-batas nyata perlu dijelaskan secara nyata.
Keenam, adanya guidlines dari
departemen pendidikan terkait sehingga mampu mendorong proses pendidikan di
sekolah secara efisien dan efektif. Guidelines itu jangan sampai berupa
peraturan-peraturan yang mengekang dan membelenggu sekolah, mestinya tidak
perlu lagi petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam pelaksanaan MBS,yang
diperlukan adalah rambu-rambu yang membimbing.
Ketujuh, sekolah harus memiliki
transparansi dan akuntabilitas yang minimal diwujudkan dalam laporan
pertanggung jawabannya setiap tahunnya. Akuntabilitas sebagai bentuk
pertanggung jawaban sekolah terhadap semua stakeholder. Untuk itu, sekolah
harus dijalankan secara transparan, demokratis, dan terbuka terhadap segala
bidang yang dijalankan dan kepada setiap pihak terkait.
Kedelapan, Penerapan MBS harus
diarahkan untuk pencapaian kinerja sekolah dan lebih khusus lagi adalah
meningkatkan pencapaian belajar siswa. Perlu dikemukakan lagi bahwa MBS tidak
bisa langsung meningkatkan kinerja belajar siswa namun berpotensi untuk itu.
Oleh karena itu, usaha MBS harus lebih terfokus pada pencapaian prestasi
belajar siswa.
Kesembilan, implementasi
diawali dengan sosialsasi dari konsep MBS, identifikasi peran masing-masing
pembangunan kelembagaan capacity building mengadakan pelatihan pelatihan
terhadap peran barunya, implementasi pada proses pembelajaran, evaluasi atas
pelaksanaan dilapangan dan dilakukan perbaikan-perbaikan ( Nurkholis, 2004:
132).
Guru adalah
salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan
dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial dibidang
pembangunan.[1]
Berbicara soal
kedudukan guru sebagai tenaga profesional, akan lebih tepat kalau diketahui
terlebih dahulu mengenai maksud kata profesi. Pengertian profesi itu
memilki banyak konotasi, salah satu diantaranya tenaga kependidikan, termasuk
guru. Secara umu profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan
pendidikan lanjut di dalam science dan teknologi yang digunakan sebagai
perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang
bermanfaat. Dalam aplikasinya, menyangkut aspek-aspek yang lebih bersifat mental
daripada yang bersifat manual work. Pekerjaan profesional akan
senantiasa menggunakan tehnik dan prosedur yang berpijak pada landasan
intelektual yang harus dipelajari secara sengaja, terencana dan kemudian
dipergunakan demi kemaslahatan orang lain.[2]
Guru sebagi
pendidik profesional mempunyai citra yang baik dimasyarakat apabila dapat
menunjukan kepada masyarakat bahwa ia layak menjadi panutan atau teladan
masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan
perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut diteladani atau
tidak. Bagaimana guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya,
memberi arahan dan dorongan kepada anak didiknya,dan bagaimana cara guru
berpakaian dan berbicara serta cara bergaul baik dengan siswa, teman-temannya
serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat luas.[3]
Seperti telah
diungkapkan, bahwa dalam rangka meningkatkan mutu, baik mutu profesional,
maupun mutu layanan, guru haruslah pula meningkatkan sikap profesionalnya.
Pengembangan sikap profesional ini dapat dilakukan baik selagi dalam pendidikan
prajabatan maupun setelah bertugas ( dalam jabatan).
a.Pengembangan Sikap Selama Pendidikan Prajabatan
Dalam pendidikan prajabatan, calon guru dididik dalam berbagai
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya nanti.
Karena tugasnya yang bersifat unik, guru selalu menjadi panutan bagi siswanya,
dan bahkan bagi masyarakat sekelilingnya. Oleh sebab itu, bagaimana guru bersikap
terhadap pekerjaan dan jabatannya selalu menjadi perhatian siswa dan
masyarakat. Pembentukan sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja,
tetapi harus dibina sejak calon guru memulai pendidikannya dilembaga pendidikan
guru.
b.Pengembangan Sikap Selama
dalam Jabatan
Pengembangan siakp profesional tidak berhenti apabila calon guru
selesai mendapatkan pendidikan prajabatan. Banyak usha yang dapat dilakukan
dalam rangka peningkatan sikap profesional keguruan dalam masa pengabdiannya
sebagai guru. Seperti telah disebut, peningkatan ini dapat dilakukan dengan
cara formal melalui kegiatan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau
kegiatan ilmiah lainnya, ataupun secara informal melalui media massa televisi,
radio, koran dan majalah maupun publikasi lainnya. Kegiatan ini selain dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, sekaligus dapat juga meningkatkan
sikap profesional keguruan[4].
B.Kompetensi Guru Profesional
1.Pengertian kompetensi profesional
Majid
(2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan menunjukkan
kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud dalam bentuk
penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya sebagai
guru. Diyakini Robotham (1996:27), kompetensi yang diperlukan oleh seseorang
tersebut dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman.
Syah
(2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan atau
kecakapan. Usman (1994:1) mengemukakan kompentensi berarti suatu hal yang
menggambarkan kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun
yang kuantitatif. McAhsan (1981:45), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa (2003:38)
mengemukakan bahwa kompetensi: “…is a knowledge, skills, and abilities or
capabilities that a person achieves, which become part of his or her being to
the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive,
affective, and psychomotor behaviors”. Dalam hal ini, kompetensi
diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai oleh
seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan
perilaku-perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Sejalan
dengan itu Finch & Crunkilton (1979:222), sebagaimana dikutip oleh Mulyasa
(2003:38) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas,
keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang
keberhasilan.Sofo (1999:123) mengemukakan “A competency is composed of skill, knowledge,
and attitude, but in particular the consistent applications of those skill,
knowledge, and attitude to the standard of performance required in employment”.
Dengan kata lain kompetensi tidak hanya mengandung pengetahuan,
keterampilan dan sikap, namun yang penting adalah penerapan dari pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang diperlukan tersebut dalam pekerjaan.
Robbins
(2001:37) menyebut kompetensi sebagai ability, yaitu kapasitas seseorang
individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Selanjutnya
dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk oleh dua faktor, yaitu faktor
kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah
kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental sedangkan kemampuan
fisik adalah kemampuan yang di perlukan untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut
stamina, kecekatan, kekuatan, dan keterampilan.Spencer & Spencer (1993:9)
mengatakan “Competency
is underlying characteristic of an individual that is causally related to
criterion-reference effective and/or superior performance in a job or situation”.
Jadi
kompetensi adalah karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan kinerja
berkriteria efektif dan atau unggul dalam suatu pekerjaan dan situasi tertentu.
Selanjutnya Spencer & Spencer menjelaskan, kompetensi dikatakan underlying
characteristic karena karakteristik merupakan bagian yang mendalam
dan melekat pada kepribadian seseorang dan dapat memprediksi berbagai situasi
dan jenis pekerjaan. Dikatakan causally related, karena kompetensi
menyebabkan atau memprediksi perilaku dan kinerja. Dikatakan criterion-referenced,
karena kompetensi itu benar-benar memprediksi siapa-siapa saja yang kinerjanya
baik atau buruk, berdasarkan kriteria atau standar tertentu.Muhaimin (2004:151)
menjelaskan kompetensi adalah seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung
jawab yang harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu
melaksankan tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen
harus ditunjukan sebagai kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan
bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan
baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan, teknologi maupun etika. Depdiknas
(2004:7) merumuskan definisi kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan, dan
nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan
bertindak.Menurut Syah (2000:230), “kompetensi” adalah kemampuan, kecakapan,
keadaan berwenang, atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum. Selanjutnya
masih menurut Syah, dikemukakan bahwa kompetensi guru adalah kemampuan seorang
guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan
layak.
Jadi
kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan
guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompeten dan profesional
adalah guru piawi dalam melaksanakan profesinya.Berdasarkan uraian di atas
kompetensi guru dapat didefinisikan sebagai penguasaan terhadap pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan
bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru.
Kompetensi
profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu,
teknologi, dan/atau seni yang sekurang-kurangnya meliputi penguasaan (1) materi
pelajaran secara luas dan mendalam sesuai standar isi program satuan
pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang diampunya,
dan (2) konsep-konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang
relevan yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan
pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang diampu.
Kompetensi
professional adalah kemampuan pendidik dalam penguasaan materi pembelajaran
secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik
memperoleh kompetensi yang ditetapkan. Kompetensi ini merupakan kompetensi yang
sangat penting. [5]
2.Kompetensi yang harus dimiliki oleh guru profesional
Seorang guru yang mendidik banyak siswa dan
siswi di sekolah harus memiliki kompetensi. kompentensi yang harus dimiliki
diantaranya adalah :
1.Kompetensi Pribadi
Guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian ideal. Oleh
karena itu, pribadi guru sering dianggap sebagai model atau panutan (yang harus
digugu dan ditiru). Sebagai seorang model guru harus memiliki
kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan kepribadian (personal
competencies), di antaranya:
(1)
kemampuan yang berhubungan dengan pengalaman ajaran agama sesuai dengan
keyakinan agama yang dianutnya;
(2) kemampuan untuk menghormati dan
menghargai antarumat beragama;
(3) kemampuan untuk berperilaku sesuai
dengan norma, aturan, dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat;
(4) mengembangkan sifat-sifat terpuji
sebagai seorang guru misalnya sopan santun dan tata karma dan;
(5)
bersikap demokratis dan terbuka terhadap pembaruan dan kritik.
2.Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional adalah kompetensi
atau kemampuan yang berhubungan dengan penyesuaian tugas-tugas keguruan.
Kompetensi ini merupakan kompetensi yang sangat penting. Oleh sebab langsung
berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan. Oleh sebab itu, tingkat
keprofesionalan seorang guru dapat dilihat dari kompetensi sebagai berikut: (1)
kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan, misalnya paham akan tujuan
pendidikan yang harus dicapai baik tujuan nasional, institusional, kurikuler
dan tujuan pembelajaran; (2) pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan,
misalnya paham tentang tahapan perkembangan siswa, paham tentang teori-teori
belajar; (3) kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi
yang diajarkannya; (4) kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan
strategi pembelajaran; (5) kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media
dan sumber belajar; (6) kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran; (7)
kemampuan dalam menyusun program pembelajaran; (8) kemampuan dalam melaksanakan
unsur penunjang, misalnya administrasi sekolah, bimbingan dan penyuluhan dan;
(9) kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk
meningkatkan kinerja.
3.Kompetensi Sosial Kemasyarakatan
Kompetensi ini berhubungan dengan kemampuan
guru sebagai anggota masyarakat dan sebagai makhluk sosial, meliputi: (1)
kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sejawat untuk
meningkatkan kemampuan profesional; (2) kemampuan untuk mengenal dan memahami
fungsi-fungsi setiap lembaga kemasyarakatan dan; (3) kemampuan untuk menjalin
kerja sama baik secara individual maupun secara kelompok.[6]
BAB III
KESIMPULAN
1.Pengembangan sikap profesional dapat dilakukan baik selagi dalam
pendidikan prajabatan maupun setelah bertugas ( dalam jabatan.
2.kompetensi
adalah karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan kinerja berkriteria
efektif dan atau unggul dalam suatu pekerjaan dan situasi tertentu.
3.kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan
kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompeten dan
profesional adalah guru piawi dalam melaksanakan profesinya.
Dengan rahmat Tuhan yang Maha Esa guru
Indonesia menyadari bahwa jabatan guru adalah suatu profesi yang terhormat dan
mulia. Guru mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa
dan meningkatkan kualitas manusia indonesia yang bermain, bertakwa dan
berakhlak mulia serta mengusai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam
mewujudkan masyarakat yang maju, adil,makmur, dan beradap.
Guru Indonesia selalu tampil secara profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan. Melatih menilai
dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru Indonesia memiliki
kehandalan yang tinggi sebagai sumber daya utama untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab.
Guru indonesia adalah insan yang layak ditiru
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, khususnya oleh peserta
didik yang dalam melaksanakan tugas berpegang teguh pada prinsip “ing ngarso
sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri handayani”. Dalam usaha
mewujudkan prinsip-prinsip tersebut guru indonesia ketika menjalankan
tugas-tugas profesional sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi.
Guru indonesia bertanggung jawab mengantarkan
siswanya untuk mencapai kedewasaan sebagai calon pemimpin bangsa pada semua
bidang kehidupan. Untuk itu, pihak-pihak yang berkepentingan selayaknya tidak
mengabaikan peranan guru dan profesinya, agar bangsa dan negara dapat tumbuh
sejajar dengan bangsa lain di negara maju, baik pada masa sekarang maupun masa
yang akan datang. Kondisi seperti itu bisa mengisyaratkan bahwa guru dan
profesinya merupakan komponen kehidupan yang dibutuhkan oleh bangsa dan negara
ini sepanjang zaman. Hanya dengan tugas pelaksanaan tugas guru secara
profesional hal itu dapat diwujudkan eksitensi bangsa dan negara yang bermakna,
terhormat dan dihormati dalam pergaulan antar bangsa-bangsa di dunia ini.
Peranan guru semakin penting dalam era global.
Hanya melalui bimbingan guru yang profesional, setiap siswa dapat menjadi
sumber daya manusia yang berkualitas, kompetetif dan produktif sebagai aset
nasional dalam menghadapi persaingan yang makin ketat dan berat sekarang dan
dimasa datang.
Dalam melaksanakan tugas profesinya guru
indonesia menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia
sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk
nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik putera-puteri
bangsa.
Bagian Satu
Pengertian,
tujuan, dan Fungsi
Pasal 1
(1) Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan
asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia. Sebagai pedoman
sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat
dan warga negara.
(2) Pedoman sikap dan perilaku sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah nilai-nilai moral yang membedakan
perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan
selama menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik,
mengajar,membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik, serta sikap pergaulan sehari-hari di dalam dan luar sekolah.
Pasal 2
(1) Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman
sikap dan perilaku bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia,
dan bermartabat yang dilindungi undang-undang.
(2) Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai
seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan
layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali
siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai
dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika dan kemanusiaan.
Bagian Dua
Sumpah/Janji
Guru Indonesia
Pasal 3
(1) Setiap guru mengucapkan sumpah/janji guru
Indonesia sebagai wujud pemahaman, penerimaan, penghormatan, dan kesediaan
untuk mematuhi nilai-nilai moral yang termuat di dalam Kode Etik Guru Indonesia
sebagai pedoman bersikap dan berperilaku, baik di sekolah maupun di lingkungan
masyarakat.
(2) Sumpah/janji guru Indonesia diucapkan di
hadapan pengurus organisasi profesi guru dan pejabat yang berwenang di wilayah
kerja masing-masing.
(3) Setiap pengambilan sumpah/janji guru
Indonesia dihadiri oleh penyelenggara satuan pendidikan.
Pasal 4
(1) Naskah sumpah/janji guru Indonesia
dilampirkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Kode Etik Guru
Indonesia.
(2) Pengambilan sumpah/janji guru Indonesia
dapat dilaksanakan secara perorangan atau kelompok sebelumnya melaksanakan
tugas.
(3) Nilai-nilai jati diri, harkat dan martabat
manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah, emosional, intelektual,
sosial, dan spiritual,
Pasal 6
(1) Hubungan Guru dengan Peserta Didik:
a. Guru berperilaku secara profesional dalam
melaksanakan tuga didik, mengajar, membimbing, mengarahkan,melatih,menilai, dan
mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
b. Guru membimbing peserta didik untuk
memahami, menghayati dan mengamalkan hak-hak dan kewajiban sebagai individu,
warga sekolah, dan anggota masyarakat
c. Guru mengetahui bahwa setiap peserta didik
memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas
layanan pembelajaran.
d. Guru menghimpun informasi tentang peserta
didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama
secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan
suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan
efisien bagi peserta didik.
f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik
yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan
fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
g. Guru berusaha secara manusiawi untuk
mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi
peserta didik.
h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha
profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan
kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
i. Guru menjunjung tinggi harga diri,
integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya.
j. Guru bertindak dan memandang semua tindakan
peserta didiknya secara adil.
k. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan
menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
l. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya
untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan
peserta didiknya.
m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk
melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses
belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
n. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi
serta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan
pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
o. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan
tindakan profesionallnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar
norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.
p. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan
tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh
keuntungan-keuntungan pribadi.
(2) Hubungan Guru dengan Orangtua/wali Siswa :
1.Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang
efektif dan efisien dengan Orangtua/Wali siswa dalam melaksannakan proses
pedidikan.
2.Guru mrmberikan informasi kepada Orangtua/wali
secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik.
3.Guru merahasiakan informasi setiap peserta
didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya.
4.Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk
beradaptasi dan berpatisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas
pendidikan.
5.Guru berkomunikasi secara baik dengan
orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses
kependidikan pada umumnya.
6.Guru menjunjunng tinggi hak orangtua/wali siswa
untuk berkonsultasin dengannya berkaitan dengan kesejahteraan kemajuan, dan
cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan.
7.Guru tidak boleh melakukan hubungan dan
tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh
keuntungna-keuntungan pribadi.
(3) Hubungan Guru dengan Masyarakat :
1.Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang
harmonis, efektif dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan
mengembangkan pendidikan.
2.Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam
mengembnagkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
3.Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi dalam masyarakat
4.Guru berkerjasama secara arif dengan masyarakat
untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya.
5.Guru melakukan semua usaha untuk secara
bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan
kesejahteraan peserta didiknya
6.Guru memberikan pandangan profesional,
menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam
berhubungan dengan masyarakat.
7.Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat
dan peserta didiknya kepada masyarakat.
8.Guru tidak boleh menampilkan diri secara
ekslusif dalam kehidupam masyarakat.
(4) Hubungan Guru dengan seklolah
1.Guru memelihara dan eningkatkan kinerja,
prestasi, dan reputasi sekolah.
2.Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara
aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan.
3.Guru menciptakan melaksanakan proses yang
kondusif.
4.Guru menciptakan suasana kekeluargaan di dalam
dan luar sekolah.
5.Guru menghormati rekan sejawat.
6.Guru saling membimbing antarsesama rekan
sejawat
7.Guru menjunung tinggi martabat profesionalisme
dan hubungan kesejawatan dengan standar dan kearifan profesional.
8.Guru dengan berbagai cara harus membantu
rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara profsional dan memilih jenis
pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya.
9.Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk
mengekspresikan pendapat-pendapat profesionalberkaitan dengan tugas-tugas
pendidikan dan pembelajaran
10.Guru membasiskan diri pada nilai-nilai agama,
moral, dan kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat.
11.Guru memliki beban moral untuk bersama-sama
dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan
tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran.
12.Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang
menyimpang dari kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat
profesionalnya.
13.Guru tidak boleh mengeluarkan
pernyataan-pernyaan keliru berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat
atau calon sejawat.
14.Guru tidak boleh melakukan tindakan dan
mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat pribadi dan profesional
sejawatnya
15.Guru tidak boleh mengoreksi tindakan-tindakan
profesional sejawatnya atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak
dapat dipertanggungjawabkan kebenarnya.
16.Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi
sejawat kecuali untuk pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara
hukum.
17.Guru tidak boleh menciptakan kondisi atau
bertindak yang langsung atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan
sejawat.
(5) Hubungan Guru dengan Profesi :
1.Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai
sebuah profesi
2.Guru berusaha mengembangkan dan memajukan
disiplin ilmu pendidikan dan bidang studi yang diajarkan
3.Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya
4.Guru menjunjung tinggi tindakan dan
pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya dan
bertanggungjawab atas konsekuensiinya.
5.Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk
tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindkan-tindakan
profesional lainnya.
6.Guru tidak boleh melakukan tindakan dan
mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat profesionalnya.
7.Guru tidak boleh menerima janji, pemberian dan
pujian yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan proesionalnya
8.Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan
maksud menghindari tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan
baru di bidang pendidikan dan pembelajaran.
(6) Hubungan guru dengan Organisasi Profesinya
:
a. Guru menjadi anggota aorganisasi profesi
guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan program-program
organisasi bagi kepentingan kependidikan.
b. Guru memantapkan dan memajukan organisasi
profesi guru yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan
c. Guru aktif mengembangkan organisasi profesi
guru agar menjadi pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan
guru dan masyarakat.
d. Guru menjunjung tinggi tindakan dan
pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan
bertanggungjawab atas konsekuensinya.
e. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi
sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam
tindakan-tindakan profesional lainnya.
f. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan
mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensis
organisasi profesinya.
g. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan
bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.
h. Guru tidak boleh menyatakan keluar dari
keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(7) Hubungan Guru dengan Pemerintah :
a) Guru memiliki komitmen kuat untuk
melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam
UUD 1945, UU Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Tentang Guru dan
Dosen, dan ketentuan Perundang-Undang lainnya.
b) Guru membantu Program pemerintah untuk
mencerdaskan kehidupan berbudaya.
c) Guru berusaha menciptakan, memeliharadan
meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara berdasarkan pancasila dan UUD1945.
d) Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang
dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan
pembelajaran.
e) Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi
atau kedinasan yang berakibat pada kerugian negara.
Bagian Empat
Pelaksanaan ,
Pelanggaran, dan sanksi
Pasal 7
(1) Guru dan organisasi profesi guru bertanggungjawab
atas pelaksanaan Kude Etik Guru Indonesia.
(2) Guru dan organisasi guru berkewajiban
mensosialisasikan Kode Etik Guru Indonesia kepada rekan sejawat Penyelenggara
pendidikan, masyarakat dan pemerintah.
Pasal 8
(1) Pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan
atau tidak melaksanakan Kode Etik Guru Indonesia dan ketentuan perundangan yang
berlaku yang berkaitan dengan protes guru.
(2) Guru yang melanggar Kode Etik Guru
Indonesia dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
(3) Jenis pelanggaran meliputi pelanggaran
ringan sedang dan berat.
Pasal 9
(1) Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru
yang melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia merupakan wewenang
Dewan Kehormatan Guru Indonesia.
(2) Pemberian sanksi oleh Dewan Kehormatan Guru
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus objektif
(3) Rekomendasi Dewan Kehormatan Guru Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi
guru.
(4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
merupakan upaya pembinaan kepada guru yang melakukan pelanggaran dan untuk
menjaga harkat dan martabat profesi guru.
(5) Siapapun yang mengetahui telah terjadi
pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia wajib melapor kepada Dewan Kehormatan Guru
Indonesia, organisasi profesi guru, atau pejabat yang berwenang.
(6) Setiap pelanggaran dapat melakukan
pembelaan diri dengan/atau tanpa bantuan organisasi profesi guru dan/atau
penasehat hukum sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan dihadapan Dewan Kehormatan
Guru Indonesia.
Bagian Lima
Ketentuan
Tambahan
Pasal 10
Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai
guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi Kode Etik Guru
Indonesia dan peraturan perundang-undangan.
Bagian Enam
Penutup
Pasal 11
(1) Setiap guru secara sungguh-sungguh
menghayati,mengamalkan serta menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia.
(2) Guru yang belum menjadi anggota organisasi
profesi guru harus memilih organisasi profesi guru yang pembentukannya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Dewan Kehormatan Guru Indonesia menetapkan
sanksi kepada guru yang telah secara nyata melanggar Kode Etik Guru Indonesia.