Halaman

Senin, 26 Desember 2011

Faktor-Faktor Pendidikan Islam



Keberhasilan pendidikan tergantung pada banyak faktor, namun yang terpenting di antara faktor-faktor tersebut adalah sumber daya pontensial guru yang sarat nilai moral dalam melakukan transpormasi ilmu pengetahuan kepada murid-muridnya. Dalam angkatan bersenjata faktor ini disebut dengan “the man behind the gun”. Orang-orang militer berpendapat bahwa bukan senjata yang memenangkan perang, tetapi serdadu yang memegang senjata itu. Serdadu tidak akan memenangkan suatu pertempuran apabila tidak menguasai strategi perang.

A. Pendahuluan
Guru dituntut memiliki kualitas ketika menyajikan bahan pengajaran kepada subjek didik. Kualitas seorang guru itu dapat diukur dari moralitas, bijaksana, sabar dan menguasai bahan pelajaran ketika beradaptasi dengan subjek didik. Sejumlah faktor itu membuat dirinya mampu menghadapi masalah-masalah sulit, tidak mudah frustasi, depresi atau stress secara positif atau konstruktif, dan tidak destruktif.
Seorang guru mempunyai tanggung jawab terhadap keberhasilan anak didik. Dia tidak hanya dituntut mampu melakukan transformasi seperangkat ilmu pengetahuan kepada peserta didik (cognitive domain) dan aspek keterampilan (pysicomotoric domain), akan tetapi juga mempunyai tanggung jawab untuk mengejewatahkan hal-hal yang berhubungan dengan sikap (affective domain).
Mahdi Ghulsyani dalam karyanya, “Filsafat Sains Menurut Al-Quran”, mengatakan bahwa guru merupakan kelompok manusia yang memiliki fakultas penalaran, ketaqwaan dan pengetahuan. Di samping itu, Mahdi Ghulsyani juga menyebutkan karakteristik guru, antara lain adalah memiliki moral, mendengarkan kebenaran, mampu menjauhi kepalsuan ilusi, menyembah Tuhan, bijaksana, menyadari dan mengambil pengalaman-pengalaman.
Al-Quran sebagai landasan paradigma pemikiran pendidikan Islam, telah banyak mengungkapkan analisir kependidikan yang memerlukan perenungan mendalam, terutama bagi praktisi pendidikan. Pemikiran pendidikan yang berlandaskan kepada wahyu Tuhan menuntut terwujudnya suatu sistem pendidikan yang komprehensif, meliputi ketiga pendekatan dalam istilah ilmu pendidikan yaitu cognitive, affective dan psycomotoric. Ketiga pendekatan ini yang nantinya akan mampu melahirkan pribadi-pribadi pendidik yang akan berperan dalam menginternalisasikan nilai-nilai Islam dan mampu mengembangkan peserta didik ke arah pengamalan nilai-nilai Islam secara dinamis dan fleksibel dalam batas-batas konfigurasi realitas wahyu Tuhan.
Karakter kependidikan yang berlandaskan pada pendekatan nilai-nilai Al-Quran saat ini jauh sebagaimana diharapkan. Banyak dari pendidik hanya menonjolkan aspek kemampuan intelektualitas belaka (cognitive) dan meninggalkan nilai-nilai etika (affective domain). Hal ini tidak sesuai dengan nilai-nilai pendidikan yang diajarkan Al-Quran, yang mengajarkan keseimbangan dalam segala hal. Sistem pendidikan yang baik adalah sistem pendidikan yang dapat memadukan tiga aspek tersebut dengan cara mentransferkan pengetahuan serta mewariskan nilai-nilai bagi peserta didik dan generasi selanjutnya. Maka keharusan melahirkan kalangan yang dapat berperan sebagai medium (pendidik) dalam proses pentransferan ilmu, itu kemudian menjadi suatu keniscayaan.
Dari kesenjangan ini, perlu adanya pengkajian kembali nilai-nilai pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai pendidikan Islam. Penjelasan ini diharapkan akan menjadi sebuah solusi dan menjadi sebuah bahan renungan bagi para pendidik, guru dan orang-orang yang concern terhadap kepembangunan pendidikan di Aceh kususnya dan di Indonesia umumnya.
B. Reaktulisasi Profil Seorang Guru Ideal
Ukuran ideal seorang guru sangat tergantung pada kemampuan dan pengalaman intelektulitasnya. Guru harus memiliki “skill labour” yaitu tenaga terdidik atau terlatih dengan kebiasaan-kebiasaan baik, sehingga mampu menyesuaikan diri dengan subjek didik. Guru merupakan figur dalam penyuksesan pendidikan bagi anak didik. Tidak cukup hanya saja, bahkan guru dituntut harus memiliki akhlak yang baik seperti diajarkan oleh Rasulullah saw.
Muhammad ‘Abd al-Qadir Ahmad menuturkan bahwa Rasul sosok sang pendidik, para sahabat sebagai subjek didik kala itu menangkap teladan yang luhur pada dirinya, berakhlak baik, memiliki ilmu dan memiliki keutamaan dalam semua gerak-geriknya.
Jika seorang pendidik mempunyai karakter seperti di atas, akan disenangi oleh peserta didik, dengan sendirinya akan disenangi ilmu yang diajarkannya. Muhammad ‘Abd al-Qadir mengatakan, “Banyak siswa yang membenci suatu ilmu atau materi pelajaran karena watak guru yang keras, akhlak guru yang kasar dan cara mengajar guru yang sulit. Di pihak lain, banyak pula siswa yang menyukai dan tertarik untuk mempelajari suatu ilmu atau mata pelajaran, karena cara perlakuan yang baik, kelembutan dan keteladanannya yang indah.”
Tugas ini merupakan suatu pekerjaan yang berat dan sulit dicapai oleh seseorang, apabila ia tidak mempunyai karakter pendidik. Seorang pendidik mempunyai sifat-sifat terpuji dan mampu menyesuaikan diri baik dengan peserta didik maupun dengan masyarakat. Sikap seperti inilah barangkali yang diketengahkan al-Quran dengan ungkapan Ulul al-Bab.
C. Kesimpulan
Untuk memperoleh jawaban tentang ciri-ciri ideal seorang guru, paling tidak harus melakukan dua pendekatan, antara lain: pertama, pendekatan tidak disengaja. Pendekatan ini dilakukan dengan tidak disengaja oleh seorang pendidik, karena terjadi dalam interaksi keseharian, misalnya dalam proses belajar mengajar, maupun dalam pergaulan di luar kelas. Keberhasilan tipe keteladanan, seperti keilmuan, kepemimpinan, keikhlasan, penampilan (performance), tingkah laku, tutur kata dan sebagainya. Dalam kondisi ini, pengaruh keteladanan berjalan secara langsung tanpa disengaja. Ini berarti bahwa setiap orang yang diharapkan menjadi teladan hendaknya memelihara tingkah lakunya, disertai kesadaran bahwa ia bertanggung jawab di hadapan Allah swt.
Kedua, pendekatan yang disengaja. Pendekatan ini dilakukan dengan cara penjelasan atau perintah agar diteladani. Seperti lazimnya seorang pendidik memerintah muridnya untuk membaca, mengerjakan tugas sekolah, tugas rumah atau seorang pendidik memberi penjelasan di papan tulis kemudian ditiru oleh murid-muridnya. Pendekatan ini dilakukan agar si anak terbiasa dan terlatih dalam kedisiplinan dan keuletan dalam mempelajari ilmu pengetahuan. Pendekatan ini adalah salah satu pendekatan yang paling sering dilakukan Nabi Muhammad saw., ketika bersama-sama dengan sahabatnya.
Para sahabat telah mempelajari berbagai urusan agama mereka dengan jalan mengikuti keteladanan yang diberikan Rasulullah saw., secara sengaja, seperti digambarkan dalam sebuah hadits, “Hendaklah kamu sekalian mengambil cara-cara ibadah seperti ibadahku.”









DAFTAR BACAAN
Abd Al-Rahman Al-Nahlawi. Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga di Sekolah dan di Masyarakat. Bandung: Diponegoro, 1992.
Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992.
Ali Syari’ati. Membangun Masa depan Islam; Pesan Untuk Para Intelektual Muslim, cet. 2. Bandung: Mizan, 1989.
AM. Saefuddin. Fenomena Kemasyarakatan, cet. 1. Yogyakarta: Dinamika, 1996.
Azyumardi Azra. Esei-Esei Intelektual Muslim dan Pendidikan Islam, cet. 1. Jakarta: Logos, 1998.
Benjamin Spoek. Memberi Watak Anak. Jakarta: Gunung Jati, 1982.
Hasan Langgulung. Manusia dan Pendidikan; Suatu analisa Psikologi dan Pendidikan. Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995
Haya Binti Mubarak. Ensiklopedi Wanita Muslimah. Jakarta: Darul Falah, 1998.
Hilmy Bakar Almascaty. Membangun Sistem Pendidikan Kaum Muslimin. Jakarta: Azzahra, tt.
Kholilah Marhijanto. Menciptakan Keluarga Sakinah. Gersik: Bintang Pelajar, 1998.
M. Arifin. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1987.
M. M. Rachmat Kartakusuma. Serba Pandangan Tentang Peranan Cendikiawan, “PRISMA”, NO. 9, November 1976, tahun ke v.
Mahdi Ghulsyani. Filsafat Sains Menurut Al-Quran, ter. Agus Effendi. Bandung: MIzan, 1995.
Maudurrahman. The Amirican Jornal of Islamic Social Sciencies, vol. XI, No. 4. America: The Institute of Islamic Thought, 1994.
Muhammad ‘Abd al-Qadir Ahmad. Thuruq al-Tarbiyah al-Islamiyyah. Kairo: Maktabah al-Nahdlah al-Mishyyah, 1980.
Sayyed Ali Asyraf. New Horizon in Muslim Education. Chppenham: Anthony Rowe, 1985.
Soetjipto Wirosardjono. Cendikiawan Islam Indonesia Masa Kini, Pemikiran dan Peranannya, “Panji Masyarakat”, no. 630, 23 Rabi’ul Akhir- 2 Jumadil awal 1410 H, 21-30 desember 1989.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar