BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
- Sejarah
dan Peradaban Manusia
Pelajaran Al-Qur’an kitab suci yang
diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad sebagai petunjuk hidup, sebagai
furqon untuk disampaikan dan diajarkan kepada ummatnya, yang di dalamnya penuh
dengan ayat yang berisi sejarah, cerita atau kisah-kisah masa lalu masa lalu
atau sebelum Nabi Muhammad diturunkan di dunia sebagai Nabi dan Rasul. Misanya
sejarah atau riwayat tentang para nabi utusan Allah, tentang raja-raja dan
kerajaan masa lalu yang telah dihancurkan karena kedurhakaannya, kisah tentang
orang-orang sholeh, dan kisah-kisah kaum yang durhaka dan lain-lain, semuanya
itu mengandung arti sebagai rujukan, sebagai peringatan atau pelajaran bagi
umat-tumat yang datang kemudian.
Demikian berartinya sejarah, cerita atau
kisah-kisah sehingga banyak dimuat dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Hal ini
menunjukan ada kepentingan besar,
pelajaran yang tinggi, pesan yang berarti dan rujukan utama bagi umat
Islam. Bahkan menurut seorang ahli tafsir besar dunia Islam berpendapat bahwa
Al-Qur’an itu tiga perempatnya berisi ayat-ayat riwayat, kisah-kisah yang
sangat berguna dan seperempatnya berisi ayat-ayat peraturan-peraturan dan
undang-undang mengenai keduniaan dan keakhiratan yang kesemuanya itu tentu harus
dipelajari dan diperhatikan oleh segenap umat manusia sebagi makhluq-Nya,
tewrutama umat Islam.
Sejarah kehidupan manusia di awali dengan
ditugaskannya Nabi Adam sebagai khalifah di muka bumi, yaitu manusia pertama
yang di uji oleh Allah SWT, untuk mengemban tugas ibadah dalam seluruh aspek
kehidupannya dan sekaligus sebagai khalifah fil ard, sebagaimana Allah tegaskan dalam QS. 2 ayat 30 :
”Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan
seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku
mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
B. RUMUSAN
MASALAH
Adapun rumusan masalah
pembuatan makalah ini adalah:
- Ada
berapa macam aliran dalam pendidikan islam?
- Bagaimana
pandangan islam tentang keberhasilan pendidikan?
- Bagaimana
keadaan manusia ketika risalah allah tidak di tegakan di muka bumi?
C.
SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika penulisan
yang kami buat dalam makala ini adalah:
- Bab I ;
Berisikan tentang pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah,
rumusan masakah, dan sistematika penulisan.
- Bab II;
berisikan tentang : Aliran – aliran dalam pendidikan islam, yang meliputi;
aliran nativisme,empirisme dan konvergensi.
- Bab III;
berisikan tentang penutup yang meliputi: kesimpulan dan saran.
BAB II
ALIRAN-ALIRAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A. Aliran Nativisme(Naturalisme)
Nativisme berasal dari kata Nativus yang berarti
kelahiran. Tokoh aliran ini adalah Arthur Schopenhauer (1788-1860) seorang
filosof Jerman.
Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia
ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir itulah yang menentukan
perkembangannya dalam kehidupan. Nativisme berkeyakinan bahwa pendidikan tidak
dapat mengubah sifat-sifat pembawaaan. Dengan demikian menurut mereka
pendidikan tidak membawa manfaat bagi manusia. Karena keyakinannya yang
demikian itulah maka mereka di dalam ilmu pendidikan disebut juga aliran
Pesimisme Paedagogis.
Natur artinya alam, atau apa
yang dibawa sejak lahir. Aliran ini sama dengan aliran nativisme. Naturalisme
yang dipelopori oleh Jean Jaquest Rousseau, bependapat bahwa pada hakekatnya
semua anak manusia adalah baik pada waktu dilahirkan yaitu dari sejak tangan
sang pencipta. Tetapi akhirnya rusak sewaktu berada ditangan manusia, oleh
karena Jean Jaquest Rousseau menciptakan konsep pendidikan alam, artinya anak
hendaklah dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri menurut alamnya, manusia
jangan banyak mencampurinya.
Jean Jaquest Rousseau juga berpendapat bahwa jika
anak melakukan pelanggaran terhadap norma-norma, hendaklah orang tua atau pendidik
tidak perlu untuk memberikan hukuman, biarlah alam yang menghukumnya. Jika
seorang anak bermain pisau, atau bermain api kemudian terbakar atau tersayat
tangannya, atau bermain air kemudian ia gatal-gatal atau masuk angin. Ini
adalah bentuk hukuman alam. Biarlah anak itu merasakan sendiri akibatnya yang
sewajarnya dari perbuatannya itu yang nantinya menjadi insaf dengan sendirinya.[1]
- Aliran Emprisme
Empirisme. Berasal dari kata dasar empiri yang
berarti pengalaman. Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan
manusia itu ditentukan oleh faktor lingkungan atau pendidikan dan pengalaman
yang diterimanya sejak kecil.
Manusia dapat dididik menjadi apa saja (kearah
yang baik atau kearah yang buruk) menurut kehendak lingkungan atau
pendidik-pendidiknya. Dengan demikian pendidikan diyakini sebagai sebagai maha
kuasa bagi pembentukan anak didik. Karena pendapatnya yang demikian, maka dalam
ilmu pendidikan disebut juga Aliran Optimisme Paedagogis. Tokoh aliran ini
yaitu John Locke.
Dalam dunia pendidikan,
pendapat empirisme dinamakan optimisme paedagogis, karena upaya pendidikan
hasilnya sangat optimis dapat mempengaruhi perkembangan anak, sedangkan
pembawaan tidak berpengaruh sama sekali. Tokoh aliran ini adalah John Locke,
yang memandang bahwa anak yang dilahirkan itu ibaratnya meja lilin putih bersih
yang masih kosong belum terisi tulisan apa-apa, karenanya aliran atau teori ini
disebut juga Tabularasa, yang berarti meja lilin putih.[2]
C. Aliran Konvergensi
Aliran ini dipelopori oleh
William Stern, seorang ahli ilmu jiwa berkebangsaan jerman yang berpendapat
bahwa penmbawaan dan lingkungan keduanya menentukan perkembangan manusia,
sehingga aliran ini merupakan kompromomi atau kombinasi dari nativisme dengan
empirisme
Konvergensi berasal dari kata
Convergative yang berarti penyatuan hasil atau kerja sama untuk mencapai suatu
hasil. William Stern mengatakan bahwa kemungkinan-kemungkinan yang dibawa sejak
lahir itu merupakan petunjuk-petunjuk nasib manusia yang akan datang dengan
ruang permainan. Dalam ruang permainan itulah terletak pendidikan dalam arti
yang sangat luas. Tenaga-tenaga dari luar dapat menolong tetapi bukanlah ia
yang menyebabkan perkembangan itu, karena ini datangnya dari dalam yang
mengandung dasar keaktifan dan tenaga pendorong. Sebagai contoh : anak dalam
tahun pertama belajar mengoceh, baru kemudian becakap-cakap, dorongan dan bakat
itu telah ada, di meniru suara-suara dari ibunya dan orang disekelilingnya. Ia
meniru dan mendebgarkan dari kata-kata yang diucapkan kepadanya, bakat dan
dorongan itu tidak akan berkembang jika tidak ada bantuan dari luar yang
merangsangnya. Dengan demikian jika tidak ada bantuan suara-suara dari luar
atau kata-kata yang di dengarnya tidak mungkin anak tesebut bisa
bercakap-cakap..
Sedangkan manusia berbeda dengan hewan disamping
dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan, manusia aktif dan kreatif dalam
mewujudkan perkembangan itu. Drs. M Ngalim Purwanto mengatakan dalam hal ini
sebagai berikut:
“Manusia bukan hasil belaka dari pembawaan dan
lingkungannya; manusia hanya diperkembangkan tetapi memperkembangkan dirinya
sendiri. Manusia adalah makhluk yang dapat dan sanggup memilih dan menentukan
sesuatu yang mengenai dirinya secara bebas. Karena itulah ia bertanggung jawab
terhadap segala perbuatannya: ia dapat juga mengambil keputusan yang berlainan
daripada yang pernah diambilnya. Proses perkembangan manusia tidak hanya
ditentukan oleh faktor pembawaan yang telah ada pada orang itu dan faktor
lingkungan yang mempengaruhi orang itu. Aktivitas manusia itu sendiri dalam
perkembangan sendiri turut menentukan atau memainkan peran juga. Hasil
perkembangan seseorang tidak mungkin dapat dibaca dari pembawaannya dan
lingkungannya saja.[3]
D. Pandangan Islam Tentang
Keberhasilan Pendidikan
Islam menyatakan bahwa manusia lair di dunia membawa
pembawaan yang fitrah. Fitrah ini berisi potensi untuk berkembang, profesi ini
dapat berupa keyakinan beragama, prilaku untuk menjadi baik ataupun menjadi
buruk dan lain sebagainya yang kesemuanya harus dikembangkan agar ia bertumbuh
secara wajar sebagi hamba Allah.
Rasulullah SAW. Bersabda:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى اْلفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ
أَوْيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Artinya:
“Semua anak dilahirkan membawa fitrah (bakat
keagamaan), maka terserah kepada kedua orang tuanya untuk menjadikan beragama
Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi.”
Demikian pula Rasulullah SAW yang menasihati agar
memilih wanita yang baik agar keturunan itu baik.
Rasulullah SAW bersabda:
تَخَيَّرُوْالِنُطَفِّكُمْ فَاءِنَّالعَرَقَ سَاسٌ
Artinya
“Pilihlah untukmu benihmu karena keturunan itu
dapat mencelupkan”
(Al Hadits)
Disamping keturunan juga menekankan kepada
pendidikan dan usaha diri manusia untuk berusaha agar mencapai pertumbuhan yang
optimal.
Allah berfirman:
قُوْآأَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا...
Artinya:
“Jagalah dirmu dan keluargamu dari api neraka”
Allah berfirman pula:
وَأَنْ لَيْسَ لِلاْءِ نْسَانِ إِلاَمَاسَعَى
Artinya:
“Bahwa bagi manusia itu apa yang mereka usahakan.”
Dengan demikian menurut Islam perkembangan
kehidupan manusia bahkan bahagia atau celakanya itu ditentukan oleh pembawaan.
Lingkungan dan usaha (aktivitas) manusia itu sendiri dalam mengusahakan
perkembangannya.
Sehubungan dengan hal tersebut maka Rasulullah SAW
bersabda:
إِنَّ
مَثَلَ جَلِيْسِ الصَّالِحِ وَاْلجَلِيْسِ السُّوْءِ كَحَامِلِ اْلمِسْكِ
وَنَافِحِ اْلكِيْرِ.فَحَا مِلُ اْلمِسْكِ إِمَّاأَنْ يُهْدِيُكَ وَإِمَّاأَنْ
تَتَّبِعَ مِنْهُ وَإِمَّاأَنْ تَجِدَمِنْهُ رِيْحًاطَيِّبَةً وَنَفِحُ
اْلكِيْرِإِمَّاأَنْ يُحَرِّكَ ثِيَابَكَ وَإِمَّاأَنْ تَجِدَ مِنْهُ
رِيْحًامُذْتَنَهْ
Artinya:
“Sesungguhnya perumpamaan teman sepergaulan yang
baik dan teman spergaulan yang jahat seperti pembawaan minyak wangi kasturi dan
peniup dapur pandai besi. Adapun pembawa minyak wangi ksturi bisa jadi
menghadihkannya kepadamu atau kamu membelinya atau (paling tidak) kamu
mendapatkan wangi. Sedangkan peniup dapur tukang besi, bisa jadi ia menyebabkan
bajumu terbakar atau (paling tidak) kamu mendapatkan bau busuknya.[4]”
E. Keadaan manusia
ketika risalah allah tidak ditegakan di muka bumi.
Kondisi manusia sebelum tegaknya aturan Allah dimuka bumi
ini tergambar dalam sejarah, betapa rendahnya kualitas hidup manusia disisi
Allah swt. Yang kita kenal dengan sebutan Masa jahiliyah.
Apa itu arti
Jahiliyah ? marilah kita layangkan fikiran kita pada suatu masa
sebelum Muhammad diangkat menjadi Rasul Allah.
1)
Kondisi manusia Kemusyrikan Aqidah : Mereka menyembah
dan menghambakan dirinya bukan kepada Allah, tetapi kepada makhluk yang Allah
ciptakan. Mereka menyembah patung, sungai, Api dan benda-benda lain yang
dianggap sakti. Lihat ayat( 2 :
165), (10 : 18), (13 : 14) dan (5 : 104), (16 : 56).
2)
Idologi yang mereka anut adalah idologi nenek moyangnya yang
sesat, hal ini dapat kita ketahui dalam Al-Qur’an, Surat: (2 : 173), (5 : 103),
(31 : 21)
3)
Makan, minum dan segala apa yang diharamkan Allah, Surat: (2 :
173-219), (5 : 90-91), (5 : 3).
4)
Membunuh anak/ Abortus dll, Surat: (6 : 173-140), (16 : 58-59) dan
(17 : 31), (11 : 6)
5)
Menolak wahyu Allah, Surat : (10 : 15), (11 : 87-88), (11 : 27)
6)
Memusuhi orang beriman, Surat : (8 : 30-36), (9 : 32, 22,72,) (83 :
29-32)
7)
Hidup
bergolong-golongan, Surat : (30 : 31-32), (23 :
52-54) dan (21 : 92-93). Sebelum turunnya Al-Qur’an ditandai dengan:
Itulah ciri-ciri manusia Jahiliyah, mereka
mempertuhankan hawa-nafsu yang dijadikan landasan berfikir dan berbuat,
sehingga mereka itu digelari oleh Allah manusia yang telah kotor dari asal
ciptaannya dahulu. (30:30) bagaimana kehidupan manusia sekaranga? Jika kita
jujur kayanya tidak jauh beda dengan jaman jahiliah bukan?
Manusia yang tidak pandai bersyukur itulah manusia
musyrik, yang diberi pandangan tidak dipergunakan untuk melihat kekuasaan
Allah, diberi pendengaran tidak mau mendengarkan ayat-ayat Allah, serta diberi
hati tidak dipergunakan untuk memikirkan tentang kekuasaan Allah, maka manusia
seperti itu telah berubah status dari Insan menjadi “كاالانعام “ , bahkan lebih hina (7 : 179).
Maka sesungguhnya Allah berlepas diri dari apa yang orang
musyrik itu pohonkan dan dari yang orang musyrik itu perkirakan. Allah
sesungguhnya tidak mengampuni dosa orang musyrik lantaran mereka itu membuat
tandingan-tandingan selain dari yang Allah tentukan. Baik itu Musyrik Rububiyah: mengambil dan
mempercayai suatu konsepsi hidup selain dari al qur’an. Musyrik Mulkiyah
mengakui kedaulatan selain dari khalifah Allah yang menegakan Al Qur’an dalam
syari’at dan hukum Negara, maupun Musyrik Ubudiayah: mengambil dan
mencontoh cara beribadah agama lain sehingga dijadikan itu suatu cara yang
biasa (adat), mereka sudah tidak merasa berdosa lagi bila melaksanakannya. Atau
mengadakan sesuatu bentuk peribadatan hasil polapikir sendiri.
Dengan demikian marilah kita bersama-sama memahamkan arti
penting sebuah pendidikan beragama yang dalam hal ini agama islam agar
anak-anak dan saudara-saudara kita .
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Nativisme berasal dari kata Nativus yang berarti
kelahiran. Tokoh aliran ini adalah Arthur Schopenhauer (1788-1860) seorang
filosof Jerman.
Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh
faktor-faktor yang dibawa sejak lahir itulah yang menentukan perkembangannya
dalam kehidupan. Nativisme berkeyakinan bahwa pendidikan tidak dapat mengubah
sifat-sifat pembawaaan.
Empirisme. Berasal dari kata dasar empiri yang
berarti pengalaman. Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan
manusia itu ditentukan oleh faktor lingkungan atau pendidikan dan pengalaman
yang diterimanya sejak kecil.
Manusia dapat dididik menjadi apa saja (kearah
yang baik atau kearah yang buruk) menurut kehendak lingkungan atau
pendidik-pendidiknya. Dengan demikian pendidikan diyakini sebagai sebagai maha
kuasa bagi pembentukan anak didik. Karena pendapatnya yang demikian, maka dalam
ilmu pendidikan disebut juga Aliran Optimisme Paedagogis. Tokoh aliran ini
yaitu John Locke.
Aliran ini dipelopori oleh William Stern, seorang ahli ilmu jiwa
berkebangsaan jerman yang berpendapat bahwa penmbawaan dan lingkungan keduanya
menentukan perkembangan manusia, sehingga aliran ini merupakan kompromomi atau
kombinasi dari nativisme dengan empirisme
B. SARAN
Demikianlah pembuatan makalah yang
berhasil kami susun semoga apa yang kami buat bermanfaat hususnya bagi
penyususn dan mahasiswa/i semua. Meski demikian kami hanya dapat menyarankan
untuk tetap mencari sumber lain yang berkaitan dengan materi yang kami buat.
DAFTAR PUSTAKA
Asnelly Ilyas, Prinsip-prinsip pendidikan anak
dalam Islam, Al bayan, Bandung tahun: 1997
Abu ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan,
Rineka Cipta, Jakarta: tahun 1991
Prof. DR. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta: tahun 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar