Halaman

Senin, 26 Desember 2011

SEJARAH PERADABAN MANUSIA


BAB I
PENDAHULUAN
A.     LATAR BELAKANG MASALAH

  1. Sejarah dan Peradaban Manusia
Pelajaran Al-Qur’an kitab suci yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad sebagai petunjuk hidup, sebagai furqon untuk disampaikan dan diajarkan kepada ummatnya, yang di dalamnya penuh dengan ayat yang berisi sejarah, cerita atau kisah-kisah masa lalu masa lalu atau sebelum Nabi Muhammad diturunkan di dunia sebagai Nabi dan Rasul. Misanya sejarah atau riwayat tentang para nabi utusan Allah, tentang raja-raja dan kerajaan masa lalu yang telah dihancurkan karena kedurhakaannya, kisah tentang orang-orang sholeh, dan kisah-kisah kaum yang durhaka dan lain-lain, semuanya itu mengandung arti sebagai rujukan, sebagai peringatan atau pelajaran bagi umat-tumat yang datang kemudian.
Demikian berartinya sejarah, cerita atau kisah-kisah sehingga banyak dimuat dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Hal ini menunjukan ada kepentingan besar,  pelajaran yang tinggi, pesan yang berarti dan rujukan utama bagi umat Islam. Bahkan menurut seorang ahli tafsir besar dunia Islam berpendapat bahwa Al-Qur’an itu tiga perempatnya berisi ayat-ayat riwayat, kisah-kisah yang sangat berguna dan seperempatnya berisi ayat-ayat peraturan-peraturan dan undang-undang mengenai keduniaan dan keakhiratan yang kesemuanya itu tentu harus dipelajari dan diperhatikan oleh segenap umat manusia sebagi makhluq-Nya, tewrutama umat Islam.
Sejarah kehidupan manusia di awali dengan ditugaskannya Nabi Adam sebagai khalifah di muka bumi, yaitu manusia pertama yang di uji oleh Allah SWT, untuk mengemban tugas ibadah dalam seluruh aspek kehidupannya dan sekaligus sebagai khalifah fil ard, sebagaimana Allah  tegaskan dalam QS.  2 ayat 30 :

”Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
B.          RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah pembuatan makalah ini adalah:
    1. Ada berapa macam aliran dalam pendidikan islam?
    2. Bagaimana pandangan islam tentang keberhasilan pendidikan?
    3. Bagaimana keadaan manusia ketika risalah allah tidak di tegakan di muka bumi?
C.                 SISTEMATIKA PENULISAN
Adapun sistematika penulisan yang kami buat dalam makala ini adalah:
  1. Bab I ; Berisikan tentang pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan masakah, dan sistematika penulisan.
  2. Bab II; berisikan tentang : Aliran – aliran dalam pendidikan islam, yang meliputi; aliran nativisme,empirisme dan konvergensi.
  3. Bab III; berisikan tentang penutup yang meliputi: kesimpulan dan saran.












BAB II
ALIRAN-ALIRAN DALAM PENDIDIKAN ISLAM
A.  Aliran Nativisme(Naturalisme)
Nativisme berasal dari kata Nativus yang berarti kelahiran. Tokoh aliran ini adalah Arthur Schopenhauer (1788-1860) seorang filosof Jerman.
Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir itulah yang menentukan perkembangannya dalam kehidupan. Nativisme berkeyakinan bahwa pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaaan. Dengan demikian menurut mereka pendidikan tidak membawa manfaat bagi manusia. Karena keyakinannya yang demikian itulah maka mereka di dalam ilmu pendidikan disebut juga aliran Pesimisme Paedagogis.
Natur artinya alam, atau apa yang dibawa sejak lahir. Aliran ini sama dengan aliran nativisme. Naturalisme yang dipelopori oleh Jean Jaquest Rousseau, bependapat bahwa pada hakekatnya semua anak manusia adalah baik pada waktu dilahirkan yaitu dari sejak tangan sang pencipta. Tetapi akhirnya rusak sewaktu berada ditangan manusia, oleh karena Jean Jaquest Rousseau menciptakan konsep pendidikan alam, artinya anak hendaklah dibiarkan tumbuh dan berkembang sendiri menurut alamnya, manusia jangan banyak mencampurinya.
Jean Jaquest Rousseau juga berpendapat bahwa jika anak melakukan pelanggaran terhadap norma-norma, hendaklah orang tua atau pendidik tidak perlu untuk memberikan hukuman, biarlah alam yang menghukumnya. Jika seorang anak bermain pisau, atau bermain api kemudian terbakar atau tersayat tangannya, atau bermain air kemudian ia gatal-gatal atau masuk angin. Ini adalah bentuk hukuman alam. Biarlah anak itu merasakan sendiri akibatnya yang sewajarnya dari perbuatannya itu yang nantinya menjadi insaf dengan sendirinya.[1]
  1. Aliran Emprisme
Empirisme. Berasal dari kata dasar empiri yang berarti pengalaman. Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia itu ditentukan oleh faktor lingkungan atau pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil.
Manusia dapat dididik menjadi apa saja (kearah yang baik atau kearah yang buruk) menurut kehendak lingkungan atau pendidik-pendidiknya. Dengan demikian pendidikan diyakini sebagai sebagai maha kuasa bagi pembentukan anak didik. Karena pendapatnya yang demikian, maka dalam ilmu pendidikan disebut juga Aliran Optimisme Paedagogis. Tokoh aliran ini yaitu John Locke.
Dalam dunia pendidikan, pendapat empirisme dinamakan optimisme paedagogis, karena upaya pendidikan hasilnya sangat optimis dapat mempengaruhi perkembangan anak, sedangkan pembawaan tidak berpengaruh sama sekali. Tokoh aliran ini adalah John Locke, yang memandang bahwa anak yang dilahirkan itu ibaratnya meja lilin putih bersih yang masih kosong belum terisi tulisan apa-apa, karenanya aliran atau teori ini disebut juga Tabularasa, yang berarti meja lilin putih.[2]
C. Aliran Konvergensi
Aliran ini dipelopori oleh William Stern, seorang ahli ilmu jiwa berkebangsaan jerman yang berpendapat bahwa penmbawaan dan lingkungan keduanya menentukan perkembangan manusia, sehingga aliran ini merupakan kompromomi atau kombinasi dari nativisme dengan empirisme
Konvergensi berasal dari kata Convergative yang berarti penyatuan hasil atau kerja sama untuk mencapai suatu hasil. William Stern mengatakan bahwa kemungkinan-kemungkinan yang dibawa sejak lahir itu merupakan petunjuk-petunjuk nasib manusia yang akan datang dengan ruang permainan. Dalam ruang permainan itulah terletak pendidikan dalam arti yang sangat luas. Tenaga-tenaga dari luar dapat menolong tetapi bukanlah ia yang menyebabkan perkembangan itu, karena ini datangnya dari dalam yang mengandung dasar keaktifan dan tenaga pendorong. Sebagai contoh : anak dalam tahun pertama belajar mengoceh, baru kemudian becakap-cakap, dorongan dan bakat itu telah ada, di meniru suara-suara dari ibunya dan orang disekelilingnya. Ia meniru dan mendebgarkan dari kata-kata yang diucapkan kepadanya, bakat dan dorongan itu tidak akan berkembang jika tidak ada bantuan dari luar yang merangsangnya. Dengan demikian jika tidak ada bantuan suara-suara dari luar atau kata-kata yang di dengarnya tidak mungkin anak tesebut bisa bercakap-cakap..
Sedangkan manusia berbeda dengan hewan disamping dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan, manusia aktif dan kreatif dalam mewujudkan perkembangan itu. Drs. M Ngalim Purwanto mengatakan dalam hal ini sebagai berikut:
“Manusia bukan hasil belaka dari pembawaan dan lingkungannya; manusia hanya diperkembangkan tetapi memperkembangkan dirinya sendiri. Manusia adalah makhluk yang dapat dan sanggup memilih dan menentukan sesuatu yang mengenai dirinya secara bebas. Karena itulah ia bertanggung jawab terhadap segala perbuatannya: ia dapat juga mengambil keputusan yang berlainan daripada yang pernah diambilnya. Proses perkembangan manusia tidak hanya ditentukan oleh faktor pembawaan yang telah ada pada orang itu dan faktor lingkungan yang mempengaruhi orang itu. Aktivitas manusia itu sendiri dalam perkembangan sendiri turut menentukan atau memainkan peran juga. Hasil perkembangan seseorang tidak mungkin dapat dibaca dari pembawaannya dan lingkungannya saja.[3]
D.  Pandangan Islam Tentang Keberhasilan Pendidikan
Islam menyatakan bahwa manusia lair di dunia membawa pembawaan yang fitrah. Fitrah ini berisi potensi untuk berkembang, profesi ini dapat berupa keyakinan beragama, prilaku untuk menjadi baik ataupun menjadi buruk dan lain sebagainya yang kesemuanya harus dikembangkan agar ia bertumbuh secara wajar sebagi hamba Allah.
Rasulullah SAW. Bersabda:
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى اْلفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Artinya:
“Semua anak dilahirkan membawa fitrah (bakat keagamaan), maka terserah kepada kedua orang tuanya untuk menjadikan beragama Yahudi, atau Nasrani, atau Majusi.”
Demikian pula Rasulullah SAW yang menasihati agar memilih wanita yang baik agar keturunan itu baik.
Rasulullah SAW bersabda:
تَخَيَّرُوْالِنُطَفِّكُمْ فَاءِنَّالعَرَقَ سَاسٌ
Artinya
“Pilihlah untukmu benihmu karena keturunan itu dapat mencelupkan”
(Al Hadits)
Disamping keturunan juga menekankan kepada pendidikan dan usaha diri manusia untuk berusaha agar mencapai pertumbuhan yang optimal.
Allah berfirman:
قُوْآأَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيْكُمْ نَارًا...
Artinya:
“Jagalah dirmu dan keluargamu dari api neraka”
Allah berfirman pula:
وَأَنْ لَيْسَ لِلاْءِ نْسَانِ إِلاَمَاسَعَى
Artinya:
“Bahwa bagi manusia itu apa yang mereka usahakan.”
Dengan demikian menurut Islam perkembangan kehidupan manusia bahkan bahagia atau celakanya itu ditentukan oleh pembawaan. Lingkungan dan usaha (aktivitas) manusia itu sendiri dalam mengusahakan perkembangannya.
Sehubungan dengan hal tersebut maka Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ مَثَلَ جَلِيْسِ الصَّالِحِ وَاْلجَلِيْسِ السُّوْءِ كَحَامِلِ اْلمِسْكِ وَنَافِحِ اْلكِيْرِ.فَحَا مِلُ اْلمِسْكِ إِمَّاأَنْ يُهْدِيُكَ وَإِمَّاأَنْ تَتَّبِعَ مِنْهُ وَإِمَّاأَنْ تَجِدَمِنْهُ رِيْحًاطَيِّبَةً وَنَفِحُ اْلكِيْرِإِمَّاأَنْ يُحَرِّكَ ثِيَابَكَ وَإِمَّاأَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيْحًامُذْتَنَهْ
 Artinya:
“Sesungguhnya perumpamaan teman sepergaulan yang baik dan teman spergaulan yang jahat seperti pembawaan minyak wangi kasturi dan peniup dapur pandai besi. Adapun pembawa minyak wangi ksturi bisa jadi menghadihkannya kepadamu atau kamu membelinya atau (paling tidak) kamu mendapatkan wangi. Sedangkan peniup dapur tukang besi, bisa jadi ia menyebabkan bajumu terbakar atau (paling tidak) kamu mendapatkan bau busuknya.[4]
E. Keadaan manusia ketika risalah allah tidak ditegakan di muka bumi.

Kondisi manusia sebelum tegaknya aturan Allah dimuka bumi ini tergambar dalam sejarah, betapa rendahnya kualitas hidup manusia disisi Allah swt. Yang kita kenal dengan sebutan Masa jahiliyah.
Apa itu arti Jahiliyah ? marilah kita layangkan fikiran kita pada suatu masa sebelum Muhammad diangkat menjadi Rasul Allah.

1)              Kondisi manusia Kemusyrikan Aqidah : Mereka menyembah dan menghambakan dirinya bukan kepada Allah, tetapi kepada makhluk yang Allah ciptakan. Mereka menyembah patung, sungai, Api dan benda-benda lain yang dianggap sakti.  Lihat ayat( 2 : 165), (10 : 18), (13 : 14) dan (5 : 104), (16 : 56).
2)              Idologi yang mereka anut adalah idologi nenek moyangnya yang sesat, hal ini dapat kita ketahui dalam Al-Qur’an, Surat: (2 : 173), (5 : 103), (31 : 21)
3)              Makan, minum dan segala apa yang diharamkan Allah, Surat: (2 : 173-219), (5 : 90-91), (5 : 3).
4)              Membunuh anak/ Abortus dll, Surat: (6 : 173-140), (16 : 58-59) dan (17 : 31), (11 : 6)
5)              Menolak wahyu Allah, Surat: (10 : 15), (11 : 87-88), (11 : 27)
6)              Memusuhi orang beriman, Surat: (8 : 30-36), (9 : 32, 22,72,) (83 : 29-32)
7)              Hidup bergolong-golongan, Surat: (30 : 31-32), (23 : 52-54) dan (21 : 92-93). Sebelum turunnya Al-Qur’an ditandai dengan:

Itulah ciri-ciri manusia Jahiliyah, mereka mempertuhankan hawa-nafsu yang dijadikan landasan berfikir dan berbuat, sehingga mereka itu digelari oleh Allah manusia yang telah kotor dari asal ciptaannya dahulu. (30:30) bagaimana kehidupan manusia sekaranga? Jika kita jujur kayanya tidak jauh beda dengan jaman jahiliah bukan?
Manusia yang tidak pandai bersyukur itulah manusia musyrik, yang diberi pandangan tidak dipergunakan untuk melihat kekuasaan Allah, diberi pendengaran tidak mau mendengarkan ayat-ayat Allah, serta diberi hati tidak dipergunakan untuk memikirkan tentang kekuasaan Allah, maka manusia seperti itu telah berubah status dari Insan menjadi “كاالانعام “ , bahkan lebih hina (7 : 179).
Maka sesungguhnya Allah berlepas diri dari apa yang orang musyrik itu pohonkan dan dari yang orang musyrik itu perkirakan. Allah sesungguhnya tidak mengampuni dosa orang musyrik lantaran mereka itu membuat tandingan-tandingan selain dari yang Allah tentukan. Baik itu  Musyrik Rububiyah: mengambil dan mempercayai suatu konsepsi hidup selain dari al qur’an. Musyrik Mulkiyah mengakui kedaulatan selain dari khalifah Allah yang menegakan Al Qur’an dalam syari’at dan hukum Negara, maupun Musyrik Ubudiayah: mengambil dan mencontoh cara beribadah agama lain sehingga dijadikan itu suatu cara yang biasa (adat), mereka sudah tidak merasa berdosa lagi bila melaksanakannya. Atau mengadakan sesuatu bentuk peribadatan hasil polapikir sendiri.
Dengan demikian marilah kita bersama-sama memahamkan arti penting sebuah pendidikan beragama yang dalam hal ini agama islam agar anak-anak dan saudara-saudara kita .









BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Nativisme berasal dari kata Nativus yang berarti kelahiran. Tokoh aliran ini adalah Arthur Schopenhauer (1788-1860) seorang filosof Jerman.
Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa sejak lahir itulah yang menentukan perkembangannya dalam kehidupan. Nativisme berkeyakinan bahwa pendidikan tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaaan.
Empirisme. Berasal dari kata dasar empiri yang berarti pengalaman. Aliran ini berpendapat bahwa perkembangan manusia itu ditentukan oleh faktor lingkungan atau pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil.
Manusia dapat dididik menjadi apa saja (kearah yang baik atau kearah yang buruk) menurut kehendak lingkungan atau pendidik-pendidiknya. Dengan demikian pendidikan diyakini sebagai sebagai maha kuasa bagi pembentukan anak didik. Karena pendapatnya yang demikian, maka dalam ilmu pendidikan disebut juga Aliran Optimisme Paedagogis. Tokoh aliran ini yaitu John Locke.
Aliran ini dipelopori oleh William Stern, seorang ahli ilmu jiwa berkebangsaan jerman yang berpendapat bahwa penmbawaan dan lingkungan keduanya menentukan perkembangan manusia, sehingga aliran ini merupakan kompromomi atau kombinasi dari nativisme dengan empirisme
B.     SARAN
Demikianlah pembuatan makalah yang berhasil kami susun semoga apa yang kami buat bermanfaat hususnya bagi penyususn dan mahasiswa/i semua. Meski demikian kami hanya dapat menyarankan untuk tetap mencari sumber lain yang berkaitan dengan materi yang kami buat.
DAFTAR PUSTAKA
Asnelly Ilyas, Prinsip-prinsip pendidikan anak dalam Islam, Al bayan, Bandung tahun: 1997
Abu ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta: tahun 1991 
Prof. DR. H. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta: tahun 2008





[1] Asnelly Ilyas, Prinsip-prinsip pendidikan anak dalam Islam, Penerbit Al bayan, Bandung tahun 1997 hal 64
[2]  Abu ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta tahun 1991  hal 293

[3] .Ibid hal 65
[4] Ibid hal 66

Tidak ada komentar:

Posting Komentar