KODE ETIK SESAMA MUSLIM
أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: حَقُّ
الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ
وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ (متفق
عليه)
Artinya : Sesungguhnya Abu Hurairah r.a, menuturkan,
aku mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: “Hak seorang muslim atas muslim
lainnya itu ada lima; (1) menjawab salam, (2) menengok orang sakit, (3)
mengantarkan jenazah, (4) memenuhi undangan, dan (5) menjawab bangkis.”
(Hadis Shahih, Riwayat al-Bukhari: 1164 dan Muslim: 4022. teks hadis di atas
riwayat al-Bukhari)
Islam
adalah agama samawi terakhir yang paripurna. Ajarannya bersifat universal.
Tidak hanya mengurusi masalah akidah dan ibadah, tetapi juga masalah-masalah
yang menyangkut tata etika dan norma-norma yang bermartabat. Maka tidak heran,
apabila setelah empat belas abad yang silam, cahaya Islam semakin terang dan
panjinya kian berkibar di seantero dunia.
Hadis di
atas menggambarkan betapa ajaran Islam yang paripurna itu mengatur urusan yang
kelihatan seperti sepele, padahal nilainya sangat besar dan bermanfaat bagi
peradaban manusia modern. Menjawab salam adalah salah satu ajaran yang
mengandung arti perdamaian. Menengok orang yang sakit dan mengantarkan jenazah
adalah ajaran yang mengandung nilai kemanusiaan dan solidaritas sosial.
Memenuhi undangan dan menjawab bangkis dengan doa bagi saudaranya juga termasuk
nilai-nilai sosial yang harus dilestarikan oleh pemeluknya.
Pada
pembahasan sebelumnya, sudah kami ulas mengenai urgensi mengucapkan salam,
mewujudkan perdamaian antar sesama yang dapat mengantarkan seseorang menuju
surga. Tentu saja hal tersebut tidak berarti cukup dengan menyebarkan salam
semata, melainkan harus disertai juga dengan beribadah yang khusyu’ kepada
Allah dan mengaplikasikannya dalam tataran sosial. Dalam sebuah hadis yang
diriwayatkan dari Abdullah bin Amr r.a, Rasulullah s.a.w. bersabda:
اعْبُدُوا الرَّحْمَنَ وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ
وَأَفْشُوا السَّلاَمَ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلاَمٍ
(رواه الترمذي وابن ماجه وأحمد)
Artinya : “Sembahlah Allah Yang Maha Pengasih,
berikanlah makanan, dan sebarkanlah salam, maka kamu sekalian akan masuk surga
dengan penuh kesejahteraan.” (Hadis Hasan Shahih, Riwayat al-Tirmidzi:
1778, Ibnu Majah: 3684, Ahmad: 6298. teks hadis di atas riwayat al-Tirmidzi)
Berikutnya
adalah menengok orang yang sakit. Dalam konsep Islam, setiap muslim adalah
bersaudara, satu kesatuan, bagaikan satu tubuh. Jika ada salah satunya yang
sakit, maka yang lainnya pun ikut merasakannya. Nabi s.a.w. sendiri jika
mendengar kabar ada salah seorang sahabatnya yang sakit, maka beliau
menengoknya. Tidak hanya kepada sesama muslim, beliau pun tidak segan untuk
menengok mereka yang non-muslim, bahkan musyrik sekalipun. Diceritakan, pada
masa pra hijrah, di Makkah ada seorang musyrik yang selalu mengganggu Nabi
s.a.w. untuk pergi ke masjid. Suatu ketika ia jatuh sakit, sehingga hari itu
Nabi s.a.w. merasa aman beribadah. Akhirnya beliau mencari tahu kabar orang
musyrik tersebut. Setelah diketahui bahwa orang itu sakit, beliau pun langsung
menengoknya. Demikianlah, dakwah Islam disebarkan dengan keramahan dan
penuh persahabatan.
سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ يَقُولُ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تَرَى الْمُؤْمِنِينَ فِي
تَرَاحُمِهِمْ وَتَوَادِّهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى
عُضْوًا تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ جَسَدِهِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى (رواه البخاري
ومسلم وأحمد)
Artinya : Amir berkata, aku mendengar al-Nu’man bin
Basyir berkata, Rasulullah s.a.w. bersabda: “Kamu melihat kaum mukminin
dalam hal sayang menyayangi, cinta mencintai, dan kasih mengasihi, bagaikan
satu tubuh. jika ada salah satu anggota tubuh yang mengeluh (sakit), maka
anggota tubuh lainnya ikut merasakannya dengan tidak bisa tidur dan demam.” (Hadis
Shahih, Riwayat al-Bukhari: 5552, Muslim: 4685, dan Ahmad: 17648. teks hadis di
atas riwayat al-Bukhari)
Begitu pula
ketika saudara sesama muslim itu diketahui tutup usia. Seyogyanya seorang
muslim melayat dan bertakziyah pada keluarga yang ditinggalkan. Selanjutnya ia
bersama kaum muslimin lainnya mendoakan, menshalatkan, dan ikut mengantarkan
jenazahnya ke tempat pemakaman. Khusus bagi jenazah non-muslim, sebagaimana
yang sudah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya, kita diperbolehkan melayatnya
dan menghibur keluarganya yang ditinggalkan.
Selain itu,
umat muslim pun dituntut untuk ikut bergembira ketika ada saudaranya sesama
muslim yang mendapatkan anugerah Tuhan. Merayakan sebuah resepsi adalah bukti
rasa syukur seorang hamba kepada Tuhannya. Ketika seorang muslim mengundang
muslim lainnya untuk menghadiri acara tasyakurannya, misalnya walimah, maka
sebagai seorang muslim yang diundang harus menghadirinya. Dikatakan demikian,
sebab rasa senang dan syukur shahibul hajat akan bertambah nilainya
jika para undangan dapat hadir dalam acaranya.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا
دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلَى الْوَلِيمَةِ فَلْيَأْتِهَا (رواه البخاري ومسلم وأبو
داود وابن ماجه)
Artinya : Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a.
mengatakan, bahwa sesengguhnya Rasulullah s.a.w. bersabda, “Apabila salah
seorang di antara kamu diundang pada suatu resepsi, maka datangilah!”
(Hadis Shahih, Riwayat al-Bukhari: 4775, Muslim: 2574, Abu Dawud: 3247, dan
Ibnu Majah: 1904. teks hadis di atas riwayat al-Bukhari)
Kendati demikian, Rasulullah s.a.w. mengkritik secara
tegas kebanyakan orang yang merayakan walimah dengan memilah para undangan
berdasarkan kelas ekonomi di masyarakat. Mereka hanya mengundang saudaranya yang kaya, sementara yang miskin tidak
turut diundang. Mereka menganggap pesta yang dirayakannya hanya pantas untuk
kalangan kelas tinggi. Sedangkan kalangan pinggiran sama
sekali tidak pantas bergaul bersama mereka. Sikap sombong dan angkuh inilah
yang dijadikan inti dari kritik Nabi s.a.w. berkenaan dengan sebagian praktik
walimah di masyarakat.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ
كَانَ يَقُولُ: شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيمَةِ يُدْعَى لَهَا
اْلأَغْنِيَاءُ وَيُتْرَكُ الْفُقَرَاءُ وَمَنْ تَرَكَ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى
اللَّهَ وَرَسُولَهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya : Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. beliau
menuturkan bahwa sesungguhnya Nabi s.a.w. bersabda, “Seburuk-buruknya
makanan adalah makanan yang dihidangkan dalam acara resepsi pernikahan,
orang-orang kaya diundang untuk menghadirinya, sedangkan orang-orang miskin
tidak diundang. Siapa yang tidak menghadiri undangan, maka sungguh ia telah
durhaka pada Allah dan Rasul-Nya.” (Hadis Shahih, Riwayat al-Bukhari: 4779
dan Muslim: 2585. teks hadis di atas riwayat al-Bukhari)
Mengenai persoalan bangkis (bersin-bersin), Islam pun
tak luput mengatur kode etiknya. Ketika ada seorang muslim yang bangkis,
kemudian mengucapkan hamdalah, maka seorang muslim yang mendengarnya
dianjurkan untuk menjawabnya dengan doa semoga ia dirahmati Allah. Setelah itu,
orang yang bangkis menjawabnya dengan doa semoga saudaranya itu mendapat
petunjuk dan kebaikan dari Allah. Hal ini sebagaimana diatur dalam sebuah hadis
yang diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah s.a.w. bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ
فَلْيَقُلْ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَلْيَقُلْ لَهُ أَخُوهُ أَوْ صَاحِبُهُ يَرْحَمُكَ
اللَّهُ فَإِذَا قَالَ لَهُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ فَلْيَقُلْ يَهْدِيكُمُ اللَّهُ
وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ (رواه البخاري وأبو داود)
Artinya : Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. dari
Nabi s.a.w. beliau bersabda, “Apabila salah seorang di antara kamu bangkis,
maka hendaklah ia mengucapkan “alhamdulillah” (segala puji bagi Allah).
Sedangkan saudaranya atau temannya hendaklah mengucapkan “Yarhamkumullah”
(semoga Allah merahmatimu). Apabila diucapkan kepadanya “Yarhamukumullah”,
maka hendaklah ia (yang bangkis) menjawab, “Yahdikumullah wa yushlihu
Balakum” (semoga Allah memberi petunjuk padamu dan menjadikan perkaramu baik).”
(Hadis Shahih, Riwayat al-Bukhari: 5756 dan Abu Dawud: 4377. teks hadis di atas
riwayat al-Bukhari)
Bagaimana jika umat non-muslim yang bangkis, apakah
manusia muslim harus menjawabnya dengan doa sebagaimana disebutkan di atas. Kepada
non-muslim diberikan doa dengan doa yang telah disebutkan di atas, tetapi
dengan doa agar mereka mendapat petunjuk dari Allah s.w.t. dan memperoleh
keadaan yang baik. Sebagaimana Nabi s.a.w. tetap mendoakan mereka agar
memperoleh petunjuk dan kebaikan dari Allah s.w.t.. Dalam hal ini, Nabi s.a.w.
memberikan contoh. Pada suatu hari ada sekelompok orang Yahudi datang kepada
Nabi s.a.w. Mereka bangkis-bangkis dengan harapan agar Nabi s.a.w. mendoakan
mereka untuk mendapatkan rahmat dari Allah s.w.t. Tetapi beliau malah mendoakan
mereka agar mendapatan petunjuk dari Allah s.w.t.
عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ كَانَ الْيَهُودُ
يَتَعَاطَسُونَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْجُونَ
أَنْ يَقُولَ لَهُمْ يَرْحَمُكُمْ اللَّهُ فَيَقُولُ يَهْدِيكُمُ اللَّهُ
وَيُصْلِحُ بَالَكُمْ
(رواه الترمذي وأبو داود)
Artinya : Diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari r.a,
menuturkan, kaum Yahudi bangkis-bangkis di hadapan Nabi s.a.w.. Mereka
mengharap agar Nabi s.a.w. mengucapkan “Yarhamukumullah”, tetapi Nabi
s.a.w. malah mengucapkan “Yahdikumullah wa yushlihu Balakum”. (Hadis
Hasan Shahih, Riwayat al-Tirmidzi: 2663 dan Abu Dawud: 4381. teks hadis di atas
riwayat al-Tirmidzi)
Selain kepada non-muslim, Nabi s.a.w. juga tidak
menjawab bangkis seorang muslim yang tidak mengucapkan hamdalah. Sebuah hadis
yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik r.a. menuturkan, ada dua orang yang
bangkis di hadapan Nabi s.a.w. Beliau menjawab bangkis orang yang satu,
sedangkan bangkis orang yang satunya lagi tidak beliau jawab. Ketika ditanya
alasannya beliau menjawab,
هَذَا حَمِدَ اللَّهَ وَهَذَا لَمْ يَحْمَدِ اللَّهَ
(رواه البخاري ومسلم)
Artinya : “Orang ini bangkis dengan mengucapkan
hamdalah (sehingga aku menjawabnya), sedangkan yang lainnya tidak mengucapkan
hamdalah (sehingga aku tidak menjawabnya).” (Hadis Shahih, Riwayat
al-Bukhari: 5753 dan Muslim: 5307. teks hadis di atas riwayat al-Bukhari)
Ibnu Hajar (w. 852 H) dalam kitabnya Fath al-Bari
bi Syarh Shahih al-Bukhari menguraikan argumentasi kenapa orang yang
bangkis disarankan untuk mengucapkan hamdalah. Mengutip pendapatnya al-Khattabi
dan Ibn al-Arabi, bangkis adalah aktivitas manusia yang timbul, karena
menyedikitkan makanan agar badan tidak berat sebab kekenyangan. Hal ini akan mendorong seseorang untuk giat
beraktivitas dalam beribadah dan bekerja. Karenanya, Nabi s.a.w. melansir bahwa
bangkis disukai oleh Allah s.w.t.. Adapun bangkis yang terus-menerus
berulangkali sampai tiga kali atau lebih adalah gejala penyakit influenza. Pada
saat itu, tidak disyariatkan bagi orang yang mendengarnya untuk menjawab
bangkis tersebut. Karena hal itu, menurut riwayat Ibnu Syaibah dari jalur
Abdullah bin al-Zubair, adalah penyakit yang keluar dari kepala.
Berbeda
dengan bangkis, demikian jelas Ibnu Hajar, menguap justru adalah kebalikannya.
Menguap menurut al-Khattabi dan al-Nawawi, bermula dari kelebihan lemak akibat
berlebihan dalam mengkonsumsi makanan, sehingga malas beraktivitas, baik untuk
beribadah maupun bekerja. Oleh karena itu, dalam sebuah hadis, Nabi s.a.w.
mengatakan bahwa menguap itu berasal dari setan. Jika seseorang mau menguap,
maka ia harus segera mengembalikan stamina semaksimal mungkin agar tidak lemas
dan malas dalam beraktivitas. Dikatakan berasal dari setan, sebab menguap
membuat seseorang bermalas-malasan, dan hal ini menjadikan setan senang
dibuatnya. (Ibnu Hajar al-Asqalani: 1424 H/2004 M: 10/675-690).
Kesimpulan
1.
Setiap muslim dengan muslim
lainnya, masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang harus ditunaikannya,
demikian pula dengan masyarakat di sekitarnya.
2.
Mengucapkan atau menjawab salam
merupakan suatu yang terpuji dalam rangka menebarkan perdamaian di tengah
masyarakat.
3.
Menjenguk orang sakit dan
mendoakan kesembuhannya merupakan bagian dari perwujudan akhlak yang terpuji.
Demikian pula mengantarkan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir.
4.
Mengundang dan atau menghadiri
undangan sahabat dan kerabat merupakan benih-benih persahabatan yang harus
terus disemai dan dipupuk dengan penuh perhatian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar